Palangka Raya (Humas) - Pandemi
COVID-19 masih
belum menunjukkan tanda-tanda menghilang. Kendati, berbagai upaya telah
dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus tersebut.
Penerapan perilaku 5M (memakai masker,
mencuci tangan dan menjaga jarak, menjauhi kerumunan, membatasi
mobilitas dan interaksi) menjadi upaya utama untuk menekan angka pasien
positif COVID-19.
Dengan adanya imbauan jaga jarak atau
physical distancing maupun karantina mandiri, membuat banyak orang harus
bekerja dan belajar di rumah.
Kondisi tersebut yang mengubah banyak
perilaku masyarakat, terutama di sektor pendidikan. Kegiatan belajar
mengajar yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka harus dilaksanakan
jarak jauh.
Terhitung sejak Maret 2020 hingga awal
tahun 2021 ini, banyak kegiatan sekolah yang harus dilaksanakan dari
rumah. Hampir semua aktivitas belajar dan mengajar dilakukan tidak
secara tatap muka.
Jadi, selama pandemi COVID-19,
guru dan siswa harus berinteraksi secara online atau daring.
Pembelajaran daring bertujuan agar anak bisa belajar di rumah saja untuk
mencegah penyebaran virus corona.
Mungkin, tak banyak yang menyangka,
sepanjang tahun ini baik guru maupun siswa, harus melaksanakan kegiatan
belajar mengajar melalui daring.
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) tersebut sempat menuai reaksi dari banyak pihak, mulai siswa, orang tua murid, hingga guru.
Seperti halnya yang dialami Juhairi
Yansah, salah seorang guru di MTs Annur yang mengampu mata pelajaran
Akidah akhlak tersebut menceritakan suka duka dan promblema mengajar
selama masa pandemi COVID-19.
Tidak Efektif dan Maksimal
Menurutnya Juhairi Yansah, pembelajaran
secara daring tidak bisa efektif dan maksimal. Terlebih lagi,
pembelajaran jarak jauh tersebut dilakukan tanpa adanya persiapan yang
benar-benar matang.
"Pembelajaran secara tatap muka saja
terkadang ada beberapa kendala kecil, apalagi seperti sekarang, dengan
jarak jauh. Susah pastinya untuk memantau siswa satu-satu," ujar Kukuh.
"PJJ juga baru kali ini dilaksanakan dan
belum ada pelatihan sebelumnya. Butuh persiapan matang," tambah guru
bergelar Sarjana Pendidikan itu.
Kendala pembelajaran secara daring
memang dinilai masih banyak. Penyampaian materi tanpa tatap muka
langsung dianggap masih kurang optimal dan siswa susah menyerap maksud
dari pembelajaran yang disampaikan.
"Materi yang disampaikan terkadang
kurang bisa diserap dengan baik oleh siswa. Jadi, siswa saya minta
mencari materi terkait dari internet sebanyak-banyaknya untuk dipahami
terdahulu," kata guru beranak 3 itu.
Selain materi, faktor penilaian siswa
juga menjadi kendala tersendiri. Menurutnya, siswa masih susah untuk
bisa mengumpulkan tugas yang diminta guru sesuai waktu.
Kukuh mengungkapkan, siswa yang penting
bersedia mengumpulkan tugas yang diberikan. Kemudian, antusiasme siswa
dalam mengikuti pembelajaran secara online juga menjadi penilain
tersendiri.
"Untuk penilaian, tolok ukurnya pastinya
berbeda dengan pembelajaran tatap muka, keaktifan siswa dalam
pembelajaran juga menjadi pertimbangan" jelasnya.
Pembelajaran Tatap Muka Lebih Efektif
Kesulitan mengajar secara daring juga
dirasakan H. Ahmad Kasimi.S.Ag, guru mata pelajaran Bahasa Arab di MTs
Annur Palangka Raya.
"Mengajar secara daring memang susah,
terlebih lagi dalam mata pelajaran Bahasa Arab tak hanya teori saja,
tapi ada praktiknya," tutur.
"Kalau tatap muka kan siswa
bisa lebih paham dan mengerti materi yang disampaikan," ujar H. Ahmad
Kasimi yang juga ketua program tahfidz Al-Qur’an MTs Annur.
Selain dalam penyampaian materi, antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran secara daring juga sangat kurang.
"Terkadang ada beberapa siswa tidak
absen dan juga susah mengumpulkan tugas. Beberapa siswa juga mungkin ada
yang terkendala masalah jaringan dan mungkin jadi malas mengikuti
belajar secara daring," tuturnya.
Tambah H. Ahmad Kasimi, kami mewakili
guru-guru yang lain sudah rindu beraktivutas di sekolah secara normal.
Ia menuturkan antusiasme siswa kembali ke sekolah sepertinya sangat
besar karena sudah lama tidak bertemu dengan peserta didik di madrasah.
"Kerinduan pasti ada untuk berkumpul bersama guru dan siswa melihat canda tawa," katanya.
"Saya juga rindu mengajar secara
langsung karena mengajar secara daring merupakan dua hal yang berbeda.
Kalau di ruangan, mereka aktif mendengarkan dan aktif bertanya."
Jenuh Belajar di Rumah
Selain guru, cerita suka duka dan
problem saat melaksanakan kegiatan belajar selama pandemi COVID-19
diungkapkan oleh siswa siswa kelas VIII A MTs Annur, Naila.
Naila menceritakan suka dukanya belajar
selama pandemi COVID-19. Ia menyebut sudah jenuh belajar di rumah selama
kurang lebih delapan bulan.
"Awal-awal mungkin senang ya, nggak harus ke sekolah, apalagi sebelum pandemi waktu belajar di sekolah dimulai dari pagi sampai sore," ujarnya belum lama ini.
"Sekarang, sudah jenuh belajar di rumah dan ingin bertemu sama teman-teman lain. Kalau enggak sekolah, tak dapat tambahan uang saku dari orang tua," tambahnya seraya tertawa.
Menurutnya, sekolah secara daring kurang
efektif, terutama mata pelajaran kejuruan. Selain itu, ia juga jarang
memperhatikan materi yang disampaikan guru saat pembelajaran daring.
"Kalau pelajaran kejuruan, teori saja jelas tidak cukup. Perlu praktik," pungkas Naila mengakhiri pembicaraan. (hms)